Jumat, 18 April 2014

Tegar : Sebuah Bulatan Utuh Ungkapan


Placed in Bandung April 3rd 2014_12.00 WIB-02.00 WIB

Kemarin setelah menikmati kebersamaan dengan teman-teman menuju Bandung untuk mengunjungi seorang kakak terkasih dan sahabat tercinta, Kak Ajron dan Nabiela, semua terasa lebih dekat. Kebersamaan, canda, tawa, capek bersama yang kami rasakan (Sandi yang duduk di kursi sopir, Dody yang duduk di sebelahnya, Mirfa, Anita dan Silpa yang mengisi bangku tengah, madam, Apri, dan aku yang menyandarkan diri kami pada bangku paling belakang). Perjalanan mengalir begitu saja dari Bogor sekitar pukul 12 siang dari depan BNI Darmaga. 

Singkat cerita waktu maghrib sampai di rumah Bila. Kami  bercerita, berbincang, dan berbagi dengan sahabat tersayang mengenai kronologi dan peristiwa qadar Allah untuk almarhum ayah Bila. Semuanya mengalir begitu saja, banyak hikmah yang aku petik secara tersirat namun itu begitu jelas.
Tegar adalah ungkapan perasaan yang menggambarkan rona ekspresi sahabatku ini dengan ibu serta keluarganya. Sungguh Allah luar biasa yang menguatkan mereka. Doa terbaik selalu terhatur untuk almarhum ayah Bila, dan Bila sekeluarga. Semoga kamu menjadi sosok anak yang makin berbakti pada orang tua, makin menjadi sosok kakak yang kuat, dan menjadi perempuan yang makin begitu peka dan tegar. Amiiiin.

Perjalanan berlanjut ke rumah sosok kakak kelas yang begitu baik, aku mengaguminya dari caranya yang sopan menuturkan setiap kata dari ucapannya. Dia sudah aku anggap selayaknya kakak sendiri. Dia layaknya keluarga. Banyak hikmah pula yang dapat dipetik dari kisah yang ia bagikan untuk kami. Kisah menginspirasi tersendiri bagiku untuk senantiasa tabah dan ikhlas dalam menghadapi masalah dan cobaan. Berusaha mengatasi sendiri dan meredam gejolak yang tengah melanda psikis dan nurani. Iya, dia menuturkan kisah ayahnya yang telah menyadari bahwa hidup adalah titipan Allah dan suatu saat Allah akan mengambil kembali titipan itu.

Siap menghadapi yang namanya ajal adalah perkara yang begitu membutuhkan energi ekstra. Namun, dari kisah kak Ajron dalam mendeskripsikan cara ayahnya yang telah berusaha merampungkan segala urusan dunia, menetralisir kehidupan beliau dari urusan dunia, dan yang terakhir telah mengurus surat-surat berharga untuk keluarga seperti wasiat. Salah satunya, kakak harus dapat menjadi seorang imam bagi ibu dan keluarganya dalam segala aspek. Aku menangkap maknanya, bahwa hidup hanya sementara dan titipan Allah, dan sewaktu-waktu tanpa ada seorang umatpun yang mengetahui kapan pasti datangnya. Namun, hal terpenting adalah berproses menjadi seorang muslim yang senantiasa membulatkan utuh rasa cinta kepada Allah dalam kalbu dan bertindak dalam realisasi ibadah hanya karena Allah (lillah). Bismillahirrohmanirrohim, mari menundukkan hati dan pikiran dalam kerinduan akan surga Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar